Guru Honor. (Cerpen)
Aku yang berprofesi sebagai guru honor di sekolah menengah atas dan sebagai kepala rumah tangga dengan 3 orang anak. Dimana jarak sekolahnya 20 km dari rumahku, jalannya yang begitu curam dan berkelok-kelok. Sekolah beratap daun gewang, berdinding palepah dan berlantai tanah. Memiliki tiga ruang kelas tanpa ruang guru dan disetiap ruangan ditaruh black board bukan white board dengan beberapa batang kapur.
Setiap Pagi buta pukul 05:00, aku mengais rezeki berbekal kendaraan bermotor untuk mengojek hingga pukul 06.00. Dengan cara inilah kukumpulkan cuan pertalitenya, demi ke sekolah untuk mengajari generasi penerus bangsa.
Pada pukul 07.00, waktunya apel dan pukul 07:15, waktu mulai kegiatan belajar mengajar hingga pukul 09:55 waktunya istrahat selama 15 menit dan masuk kembali 10:10. Pada waktu istrahat itulah guru-guru bernaung dibawah pohon kelapa alias pohon kelapalah sebagai ruang guru, waktu keluar sekolah pukul 13:00.
Jam sekolah sudah selesai namun aku harus melanjutkan perjuangan dengan mengojek untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ku ketahui bahwa gaji 250k memcukup-cukupkan untuk kebutuhan. Betapa sulitnya memcari sesuap nasi dengan profesi sebagai guru honor. Aku berkata dalam hatiku" adakah yang memperhatikan nasib guru honor yang berpartisipasi dalam mencerdaskan anak bangsa dan adakah bertelinga untuk mendengar dan bermata untuk melihat nasib ini", namun hal ini kubawah dalam doa agar kelak ada yang bisa mendengar dan melihat bahkan merasakan. Semuanya dijalani dengan iklas, tulus dan dengan niat membantu mengajari generasi penerus bangsa, agar majulah bangsaku. Tamat.
Segala saran dan kritik diterima dengan lapang dada demi kesempurnaan tulisan ini. Terima kasih.
By:
Arnoldus Bria alias AB
Adakah hati yang tergerak untuk merasakan jerih lelahmu guru? Akankah negeri ini merasakan apa yang kamu rasakan guru? Hanya kata "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" lah yang membuatmu menjadi tegar dan kuat. Tetap semangat untuk seluruh guru honorer di Indonesia 💪😇🙏🏻
BalasHapus